SOFTWARE

HOME

Jumat, 25 Maret 2011

Bacteria that could contaminate the Milk Formula

Jakarta, now the Public Health Ministry is awaiting action that required the Supreme Court (MA) to announce the formula milk containing the bacteria Enterobacter sakazakii. Sakazakii addition, there are other bacteria that can contaminate milk formulas.
Enterobacter sakazakii contamination was revealed in a study in Bogor Agricultural Institute (IPB), which was published in 2008. The study revealed there are 22 samples of formula that circulated between the years 2003-2006 contain Enterobacter sakazakii in the levels of 22.73 percent.
Aftermath of the study, the health minister sued by a consumer named David Tobias who requested the tainted milk was announced. David Tobias won the lawsuit in court and also won in the Supreme Court. The plan to follow up the Supreme Court decision, the Minister of Health will provide an explanation on this Thursday (10/02/2011).
In humans who have poor endurance, Enterobacter sakazakii infections can trigger various health problems are quite serious and can even cause death. Among meningitis, bloodstream infections and inflammation or inflammation in the digestive tract.
Nevertheless, the serious impact of these infections are very rare in humans. Quoted from Dairyreporter, Thursday (02/10/2011), Centers for Disease Control and Prevention recorded until 2004 there were only 60 cases worldwide are fatal.
Most of these cases occurred in infants aged less than 5 weeks, while the highest risk experienced by infants born prematurely or who have low weight. Although Enterobacter sakazakii infection are rare, risk of mortality among the infected is quite high, ie between 33-80 percent.
Meanwhile, quoted from Microbiologyprocedure, Enterobacter sakazakii is not the only type of bacteria that can contaminate the formula.
Since milked from the udder (nipple) animals, milk can be contaminated by various kinds of bacteria are as follows:
1. Staphylococcus aureus This bacterium is the principal cause of gastroenteritis, or inflammation of the stomach and is transmitted by animals through fresh milk. Animals that have mastitis or inflammation of the udder will produce contaminated milk when milked ambingnya if not washed first.
2. Streptococcus cremoris Naturally, these bacteria can be found in small amounts in fresh milk as it works to inhibit bacterial pathogens (harmful) by producing lactic acid. But in large amounts, in humans these bacteria could trigger a sore throat, inflamed tonsils (tonsillitis) and pneumonia

Rabu, 23 Maret 2011

<a href="http://komputer-aplikasi.blogspot.com" target="_blank" title="Komputer Aplikasi (Blok SItus Porno)"><img onmouseover="this.src='http://i265.photobucket.com/albums/ii224/ranto_252/cooltext460680396.gif';" src="http://i265.photobucket.com/albums/ii224/ranto_252/cooltext460680396.gif" onmouseout="this.src='http://i265.photobucket.com/albums/ii224/ranto_252/cooltext460680396.gif';" /></a>

Rabu, 16 Maret 2011

Bakteri-bakteri yang Bisa Mencemari Susu Formula

Jakarta, Publik kini sedang menanti tindakan kementerian kesehatan yang diwajibkan Mahkamah Agung (MA) untuk mengumumkan susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter Sakazakii. Selain Sakazakii, ternyata masih ada bakteri lain yang bisa mencemari susu formula.

Kontaminasi Enterobacter Sakazakii terungkap dalam sebuah penelitian di Institut Pertanian bogor (IPB) yang dipublikasikan tahun 2008. Penelitian tersebut mengungkap ada 22 sampel susu formula yang beredar antara tahun 2003-2006 yang mengandung Enterobacter Sakazakii dalam kadar 22,73 persen.

Buntut dari penelitian tersebut, menteri kesehatan dituntut oleh konsumen bernama David Tobing yang meminta susu yang tercemar tersebut diumumkan. Gugatan David Tobing menang di Pengadilan dan juga menang di MA. Rencananya untuk menindaklanjuti keputusan MA, Menteri Kesehatan akan memberikan penjelasan pada Kamis ini (10/2/2011).

Pada manusia yang memiliki daya tahan tubuh kurang baik, infeksi Enterobacter Sakazakii dapat memicu berbagai gangguan kesehatan yang cukup serius dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Di antaranya meningitis, infeksi pada aliran darah dan inflamasi atau radang di saluran pencernaan.

Meskipun demikian, dampak serius dari infeksi tersebut sangat jarang terjadi pada manusia. Dikutip dari Dairyreporter, Kamis (10/2/2011), Center for Disease Control and Prevention mencatat hingga tahun 2004 hanya ada 60 kasus di seluruh dunia yang berakibat fatal.

Sebagian besar dari kasus tersebut terjadi pada bayi usia kurang dari 5 pekan, sementara risiko paling tinggi dialami oleh bayi yang lahir prematur atau yang memiliki berat badan rendah. Meski infeksi Enterobacter Sakazakii jarang terjadi, risiko kematian pada yang terinfeksi cukup tinggi yakni antara 33-80 persen.

Sementara itu dikutip dari Microbiologyprocedure, Enterobacter Sakazakii bukan satu-satunya jenis bakteri yang bisa mencemari susu formula.

Sejak diperah dari ambing (puting) binatang, susu bisa terkontaminasi oleh berbagai jenis bakter antara lain sebagai berikut:

1. Staphylococcus aureus
Bakteri ini merupakan pemicu utama gastroenteritis atau radang lambung dan ditularkan oleh binatang melalui susu segar. Binatang yang mengalami mastitis atau radang ambing akan menghasilkan susu yang terkontaminasi jika saat diperah ambingnya tidak dicuci terlebih dahulu.

2. Streptococcus cremoris
Secara alami, bakteri ini bisa ditemukan dalam jumlah sedikit dalam susu segar karena berfungsi menghambat bakteri patogen (merugikan) dengan cara menghasilkan asam laktat. Namun dalam jumlah banyak, pada manusia bakteri ini bisa memicu radang tenggorokan, radang amandel (tonsilitis) serta radang paru-paru (pneumonia).

3. Mycobacterium spp
Salah satu bakteri yang termasuk dalam kelompok Mycobacterium adalah bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yakni M.tuberculosis. Namun TBC yang ditularkan oleh susu tidak disebabkan oleh M.tuberculosis melainkan oleh M.avium yang masih satu kerabat.

Kontaminasi Mycobacterium cukup sering terjadi, sebab 68 persen susu segar di Amerika Serikat yang belum melalui proses pengolahan juga tercemar olehnya. Bahkan di Inggris dan wales, 7 persen susu segar yang sudah diolah (pasteurisasi) masih mengandung bakteri ini.

4. Pseudomonas sp
Bakteri ini biasanya hanya ditemukan dalam susu segar yang belum diolah, namun susu pasteurisasi juga bisa tercemar akibat rekontaminasi dengan susu mentah. Meski tidak terlalu membahayakan, bakteri ini dapat menurunkan kualitas susu karena bersifat menguraikan protein.

Fungsi alami dari bakteri yang juga ditemukan dalam daging dan bahan makanan lain ini adalah mempercepat pembusukan. Susu atau bahan makanan yagn terkontaminasi baktyeri ini biasanya tampak memiliki lapisan berlendir.

5. Serratia marcescens
Meski lebih jarang dibanding Staphylococcus aureus, bakteri Serratia marcescens juga bisa menyebabkan mastitis atau radang pada ambing binatang. Susu yang tercemar bakteri ini biasanya berwarna merah dan bisa memicu infeksi pada saluran pencernaan, kencing dan pernapasan.

Dunia Apresiasi Penelitian Susu IPB, Kenapa Terus Dikontroversi?

Jakarta, Andai Institut Pertanian Bogor (IPB) tidak pernah melakukan penelitian susu yang mengandung Enterobacter sakazakii, hingga kini dunia tak akan pernah punya standar kesehatan susu dan makanan yang baik.

Berkat penelitian yang dipimpin Dr Sri Estuningsih, dunia internasional jadi tahu bagaimana risiko infeksi E.sakazakii pada manusia.

Penelitian berjudul 'Potensi Kejadian Meningitis pada Mencit Neonatus akibat Infeksi Enterobacter sakazakii' ini pun dipresentasikan dalam sidang-sidang World Health Organization (WHO) dan Food and Drug Administration (FAO).

Dunia menilai penelitian Dr Sri Estuningsih sebagai kontribusi penting untuk kemanusiaan sehingga ia terpilih sebagai delegasi Asia dalam pertemuan para ahli di Roma yang membahas risiko infeksi E.sakazakii pada manusia.

Menurut Rektor IPB Herry Prof Herry Suhardiyanto, penelitian tersebut akhirnya dijadikan pertimbangan untuk penetapan standar Codex Alimentarius (Standar Internasional Kesehatan Konsumen).

Dus, sejak saat itu standar Codex menetapkan susu formula tidak boleh mengandung Enterobacter sakazakii. Alhasil, seluruh negara anggota Codex sejak tahun 2008 harus mengikuti standar terbaru tersebut untuk susu formula, makanan dan kosmetik termasuk Indonesia.

"Penelitian ini justru menyadarkan agar tidak keterusan mengonsumsi susu yang mengandung E.sakazakii. Terbukti setelah BPOM mengadopsi aturan Codex pada Oktober 2008, hanya 4 bulan sejak ditetapkan Codex, penelitian ulang dengan metode yang sama menunjukkan hasil negatif pada semua sampel yang digunakan," ungkap Prof Herry dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional, Rabu (23/2/2011).

Tapi hasil penelitian yang mendapatkan apresiasi dari dunia internasional ini justru menjadi kontroversi di dalam negeri. Mewakili suara konsumen, seorang pengacara bernama David Tobing menggugat Menkes, BPOM dan IPB untuk mengumumkan merek susu yang digunakan dalam penelitian tersebut.

Sejak saat itu masyarakat resah, bahkan muncul tuduhan ada kongkalikong antara pabrik susu dengan pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan tidak diumumkannya merek susu yang diteliti tersebut. Penjelasan pihak tergugat bahwa risiko infeksi E.sakazakii hanya terjadi di rumah sakit pada bayi tertentu yang bermasalah dengan ketahanan tubuh hingga kini belum mampu meredam keresahan tersebut.

Begitu pula dengan hasil penelitian ulang yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak menemukan lagi susu yang mengandung Enterobacter sakazakii, juga dirasa tidak cukup.

Publik terus-terusan menuntut agar susu yang diteliti IPB itu diumumkan, walaupun menurut beberapa pakar kesehatan seperti Dr Utami Roesli, SpA, MBA, IBCLC yang pernah dihubungi detikHealth mengatakan, pengumuman nama susu tersebut sudah tidak lagi relevan karena penelitiannya dilakukan tahun 2003 sementara penelitian terbaru menunjukkan hasil negatif. Fokus sekarang menurut Dr Utami adalah menyelamatkan bayi di bawah 1 tahun agar tidak mengonsumsi susu formula tapi lebih utamakan ASI.

Sementara Prof Herry dalam jumpa pers Rabu kemarin mengatakan tidak semua penelitian harus mempublikasikan identitas sampel yang digunakan.

"Harus dilihat tujuan penelitiannya. Yang dilakukan IPB tahun 2003-2006 adalah penelitian isolasi dan identifikasi bakteri patogen, atau kiasannya adalah 'berburu bakteri'. Bukan surveilance yang tujuannya memang mengungkap susu apa saja yang terkontaminasi," jelas Prof Herry.

Karena jenis penelitian IPB adalah penelitian isolasi, menurutnya tidak lazim mencantumkan identitas sampel yang digunakan karena tidak bisa mewakili seluruh populasi susu formula. Dalam jurnal internasional, perusahaan dan merek susu yang menjadi sampel penelitian isolasi hanya disebut dengan kode tertentu.

Tapi jika itu penelitian surveilance maka harus dicantumkan merek susu yang diteliti. Namun tentunya ada syarat keterwakilan populasi yang harus dipenuhi dalam penelitian surveilance. Misalnya untuk meneliti kontaminasi E.sakazakii, dari tiap batch susu formula harus diambil 30 sampel masing-masing sebanyak 10 gram.

"Kalau penelitian isolasi harus menyebutkan merek sampel yang dipakai, menjadi tidak fair bagi yang tidak diteliti. Belum tentu yang lain bebas dari E.sakazakii. Apalagi penelitiannya dilakukan tahun 2003-2006, sementara Codex baru mengatur kontaminasi E.sakazakii dalam susu formula bulan Juli 2008," jelas Prof Herry.

Penelitian isolasi IPB menguji bayi tikus yang terkena bakteri E.sakazakii terbukti bisa memicu meningitis. Meski belum dibuktikan pada manusia, namun bakteri ini diyakini punya potensi yang membahayakan terutama pada bayi yang punya masalah ketahanan tubuh misalnya karena lahir prematur atau terinfeksi HIV. Karena itu, E.sakazakii disebut juga parasit oportunistik yakni parasit yang hanya menyerang jika kekebalan tubuh lemah seperti kekebalan tubuh bayi dan penderita HIV

HEALTH

HEALTH: "- Sent using Google Toolbar"

Congratulations.....

Postingan pertamaku...

ini alamat blogku http://adlynazurah.blogspot.com


Terima kasih....